Zakat Fitrah (زَكَاة الْفِطْرَةِ) berasal dari kata Zakat Fitri (Arab: زَكَاةِ الْفِطْرِ) sebagaimana terdapat dalam hadis dari Abdullah bin Umar RA yang menyatakan:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِإِخْرَاجِ زَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
“Rasulullah SAW memerintahkan untuk menunaikan zakat fitri sebelum kaum muslimin berangkat menuju lapangan untuk shalat hari raya.” (HR. Muslim no.986).
Hadis yang senada dengan hadis di atas yaitu dari Ibnu Abbas RA juga menyatakan:
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ…
“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri, sebagai penyuci orang yang berpuasa dari perbuatan yang menggugurkan pahala ..” (HR. Abu Daud, no.1611, dinilai hasan oleh Syekh Al-Albani).
Semua hadis di atas dan hadis semacamnya menggunakan istilah “Zakat Fitri”. Namun demikian sebagian besar ulama membolehkan menamakan zakat ini dengan “Zakat Fitrah“. Fitrah artinya asal penciptaan.
Abul Haitsam mengatakan, “Al-Fitrah” adalah asal penciptaan, yang menjadi sifat seorang bayi ketika dilahirkan dari ibunya.” (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, jilid 23, hlm. 335, Kementrian Wakaf dan Urusan Islam, Kuwait).
Ibnu Qutaibah menjelaskan, “Dinamakan ‘zakat fitrah’ karena zakat ini adalah zakat untuk badan dan jiwa.” (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, jilid 2, hlm. 646, Dar Al-Fikr, Beirut, 1405 H.)
Dalam Hasyiyah Ibnu Abidin dinyatakan, istilah Zakat Fitrah terdapat dalam riwayat istilah Imam Syafi’i dan ulama yang lainnya, dan istilah ini benar, ditinjau dari sisi bahasa. Meskipun tidak kami jumpai adanya dalil tentang hal ini. Dalam Tahrir An-Nawawi dinyatakan bahwa istilah Zakat Fitrah adalah istilah turunan. Barangkali berasal dari kata ‘fitrah’ yang artinya ‘al-khilqah‘ (arab: الْخِلْقَةُ), yang artinya ‘jiwa’. Abu Muhammad Al-Abhar mengatakan, ‘Makna ‘zakat fitrah’ adalah ‘zakat khilqah‘ karena merupakan zakat bagi badan.” (Hasyiyah Raddul Muhtar, 2:357–358).
Dengan demikian, zakat ini boleh dinamakan Zakat Fitrah, karena pada hakikatnya zakat ini adalah zakat untuk badan setiap muslim, baik dia menjalankan puasa maupun tidak. Nama lain dari Zakat Fitrah antara lain, Zakat Shaum, Zakat Al-abdan, dan Sadaqah Al-Ru’us.
Perintah Mengeluarkan Zakat Fitrah
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga. Sebagaimana kita ketahui Rukun Islam adalah tiang pokok ajaran Islam. Di dalam Al Qur’an cukup banyak disebutkan perintah zakat serangkai dengan perintah shalat. Sebanyak 16 kali kata Aqiimusshalat berulang dalam Al-Qur’an, 8 kali di antaranya digandengkan dengan kata Aatuzzakat. Jadi jelaslah bahwa zakat harus dipahami sebagai kewajiban yang setara kuatnya dengan hukum perintah shalat, seperti dalam firlam Allah:
Zakat adalah rukun Islam yang ketiga. Sebagaimana kita ketahui Rukun Islam adalah tiang pokok ajaran Islam. Di dalam Al Qur’an cukup banyak disebutkan perintah zakat serangkai dengan perintah shalat. Sebanyak 16 kali kata Aqiimusshalat berulang dalam Al-Qur’an, 8 kali di antaranya digandengkan dengan kata Aatuzzakat. Jadi jelaslah bahwa zakat harus dipahami sebagai kewajiban yang setara kuatnya dengan hukum perintah shalat, seperti dalam firlam Allah:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku” (QS. Al-Baqarah:43).
Zakat ini disyari’atkan pertama kali pada tahun ke-2 Hijriah. Rasulullah SAW mewajibkan Zakat Fitrah sebagai penyucian diri bagi orang yang berpuasa dari perbuatan fakhsya yang mungkin dilakukannya saat berpuasa selama Ramadhan. Zakat Fitrah dianggap sebagai penambal celah-celah bolong yang terjadi pada waktu berpuasa, sebagaimana halnya sujud sahawi yang dapat dianggap sebagai penambal celah-celah bolong karena ada hal terlupakan ketika shalat. Zakat Fitrah juga merupakan usaha untuk mencegah orang-orang fakir dan miskin melakukan kegiatan meminta-minta pada Hari Raya, sekaligus menumbuhkan perasaan gembira bagi mereka, merasakan keagungan Islam, kedermawanan sosial, dan pengakuan kemanusiaan mereka.
Dalam hadis disebutkan:
Rasulullah SAW mewajibkan Zakat Fitrah untuk mensucikan orang yang puasa dari perbuatan iseng dan ucapan yang tidak baik, disamping untuk memberi makan orang-orang miskin. Juga berdasarkan sabda Rasulullah SAW melalui hadis dari Umar RA:
“Rasulullah SAW telah memfardhukan (mewajibkan) Zakat Fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin dan beliau menyuruh agar dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat Idul Fitri.” (Muttafaqun ‘alaih, Fathul Bari III 367 no.1503, Muslim II 277 no.279/984 dan 986, Tirmidzi II 92 dan 93 no.670 dan 672, ‘Aunul Ma’bud V.4-5 no.1595 dan 1596, Nasa’i V.45, Ibnu Majah I 584 no.1826 dan dalam Sunan Ibnu Majah).
Orang yang Wajib mengeluarkan Zakat Fitrah
Orang yang wajib mengeluarkan Zakat Fitrah ialah orang muslim yang merdeka yang sudah memiliki makanan pokok melebihi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya untuk sehari semalam. Di samping itu, ia juga wajib mengeluarkan Zakat Fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti isterinya, anak-anaknya, pembantunya, (dan budaknya), bila mereka itu muslim. Dari Umar RA ia berkata:
Orang yang wajib mengeluarkan Zakat Fitrah ialah orang muslim yang merdeka yang sudah memiliki makanan pokok melebihi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya untuk sehari semalam. Di samping itu, ia juga wajib mengeluarkan Zakat Fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti isterinya, anak-anaknya, pembantunya, (dan budaknya), bila mereka itu muslim. Dari Umar RA ia berkata:
“Rasulullah SAW pernah memerintah (kita) agar mengeluarkan zakat untuk anak kecil dan orang dewasa, untuk orang merdeka dan hamba sahaya dari kalangan orang-orang yang kamu tanggung kebutuhan pokoknya.” (Shahih Irwa-ul Ghalil no.835, Daruquthni II.141 no.12 dan Baihaqi IV.161).
Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitrah
Ada delapan asnaf (golongan) yang berhak menerima zakat sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an:
Ada delapan asnaf (golongan) yang berhak menerima zakat sebagaimana firman Allah SWT dalam Al Qur’an:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At Taubah:60).
Orang-orang yang berhak menerima zakat secara umum ialah:
- Orang fakir, yaitu orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
- Orang miskin, yaitu orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
- Pengurus zakat, orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
- Muallaf, orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.
- Memerdekakan budak, mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
- Orang berhutang, orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
- Pada jalan Allah (sabilillah), yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
- Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
Namun khusus Zakat Fitrah hanya ditujukan atau diberikan kepada orang-orang miskin saja, jadi hanya asnaf ke-1 hingga ke-4 saja dari 8 asnaf (golongan) tersebut di atas, yaitu: (1) Fakir, (2) Miskin, (3) Pengurus Zakat (BAZ), dan (4) Muallaf. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW yang diwayatkan melalui Ibnu Abbas RA: “Sebagai makanan bagi orang-orang miskin.” Jadi tidak boleh ditujukan bagi pembangunan masjid, mendirikan sekolah, rumah sakit, dlsb.
Besarnya Zakat Fitrah
Zakat adalah mengeluarkan makanan yang biasa dijadikan sebagai bahan makanan pokok di suatu negeri kepada orang yang berhak menerimanya (mustahiq). Bagi masyarakat Indonesia yang makanan pokoknya beras, maka Zakat Fitrah yang harus dikeluarkan berupa beras yang setara dengan 2,5 kg.
Dalam Syarah Muslim VII:60 Imam Nawawi menegaskan, “Menurut mayoritas fuqaha tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya (bukan berupa makanan pokok).”
Menurut hemat penulis sendiri, pendapat Imam Abu Hanifah r.a. yang membolehkan mengeluarkan zakat dengan harganya tertolak, karena ayat Al Qur’an mengatakan yang artinya, “Dan Rabbmu tidak pernah lupa.” (Maryam: 64).
Andaikata mengeluarkan Zakat Fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan dan dianggap mewakili, sudah barang tentu Allah SWT dan RasulNya menjelaskannya. Oleh karena itu, kita wajib mencukupkan diri dengan zhahir nash-nash syar’i, tanpa memalingkan (maknanya) dan tanpa pula memaksakan diri untuk mentakwilkannya.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Dari Umar RA ia berkata, “Rasulullah SAW pernah memerintah (kami) agar Zakat Fitrah dikeluarkan sebelum orang-orang berangkat ke tempat shalat ‘Idul Fitri. Bagi yang punya, boleh mengeluarkan zakat fitrah satu atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri. Sebab ada riwayat dari Nafi’, berkata: “Adalah Umar RA menyerahkan Zakat Fitrah kepada orang-orang yang berhak menerimanya dan kaum Muslim yang wajib mengeluarkan zakat mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri.” (Shahih Fathul Bari III:375 no.1511).
Juga dari Abbas RA berkata: “Rasulullah SAW telah mewajibkan Zakat Fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum (selesai) shalat ‘Id, maka itu dianggap sebagai Zakat Fitrah yang diterima (oleh Allah), dan siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat ‘Id, maka itu adalah shadaqah biasa, (bukan Zakat Fitrah).” (Hasan, Shahihul Ibnu Majah no.1480, Ibnu Majah I 585 no.1827 dan ‘Aunul Ma’bud V.3 no:1594).
Hikmah Zakat Fitrah
- Membayar zakat itu berarti mensyukuri nikmat Allah. Nikmat yang disyukuri, dijanjikan oleh Allah akan ditambah.
- Kekayaan yang dikumpulkan oleh seseorang, belum tentu dari hasil jerih payah dan keringat sendiri, tapi bisa juga dari hasil tenaga para buruh yang bekerja padanya. Oleh karena itu ia harus membagi kekayaannya kepada fakir miskin dan asnaf lainnya.
- Zakat membuat hubungan antara si Kaya dan si Miskin jadi harmonis. Rukun dan saling membantu. Rasulullah bersabda : “Bukan golonganku orang (besar) yang tidak belas kasihan kepada orang kecil. dan juga bukan golonganku orang kecil yang tidak menghargai orang besar” Jadi zakat itu adalah uluran tangan orang besar kepada orang kecil atau miskin.
- Zakat mendidik orang jadi dermawan/pemurah. Manusia biasanya bersifat kikir padahal kikir itu dibenci Allah. Zakat menghindarkan kita dari sifat kikir.
- Di antara pencuri atau perampok ada yang disebabkan karena kemiskinan. Zakat merupakan satu jaringan pengaman yang bisa mengurangi kejahatan yang disebabkan oleh faktor ekonomi. Sabda Nabi : “Kemiskinan mendekatkan orang kepada kekufuran (lupa kepada kebenaran)”.
Shadaqah Tathawwu’
Selain Zakat Fitrah juga sangat dianjurkan memperbanyak Shadaqah Tathawwu’, (Shadaqah Sunnah) lainnya. Berdasar firman Allah SWT:
“Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah:261).
Juga berdasarkan sabda Nabi SAW:
“Tidak ada suatu ketika segenap hamba berada di pagi hari melainkan dua puluh malaikat akan turun lalu salah seorang di antara keduanya berkata, Ya Allah berilah ganti kepada orang tersebut berinfak itu, dan yang lain berdo’a (juga), Ya Allah berilah kerusakan kepada orang yang enggan berinfak itu)." (Muttafaqun ‘alaih Fathul Bari III.304 no.1442 dan Muslim II.700:1010).
Dan orang yang paling utama memperoleh shadaqah ialah keluarganya dan kerabatnya.
Rasulullah SAW juga menegaskan:
“Sedekah yang diberikan kepada orang miskin adalah berfungsi sebagai shadaqah, sedang yang diberikan kepada kerabat (mempunyai) dua fungsi, yaitu sebagai shadaqah dan sebagai silaturrahmi (penyambung hubungan rahim)." (Shahih Shahihul Jami’us Shaghir no.3835 dan Tirmidzi II.84 no. 653).
Semoga kita semua dapat melaksanakan Rukum Islam yang ketiga ini sesuai tuntunan Al Qur’an dan Hadis. Aamiin yan Robbal’alamiin. Semoga bermanfaat.
Subhanaka Allahumma wabihamdika, Ashaduallaa ilahailla anta, Astagfiruka wa atuubuilaik,
Walhamdulillahi Robbil’alamiin, Barokallahu fiykum wa jazzakumullahu khairan.
Salam Ukhuwah Fillah ^0^
Salam Ukhuwah Fillah ^0^
0 komentar:
Post a Comment